Arimbi - Nama Antara Doa dan Ketidakberuntungan
Identitas Buku
Judul : Arimbi
Penulis : Anjar Lembayung
Penerbit : Scritto Books Publisher
Jumlah Halaman : 211 halaman
“Kamu itu cantik, Arimbi. Yang bisa menilai seseorang itu orang lain. Bukan diri kita sendiri”
Sinopsis
Namaku Arimbi; wanita yang jauh dari kata beruntung. Begitulah aku mendeskripsikan seluruh hidupku. Usia yang tak lagi muda, 28 tahun. Seorang guru seni serabutan di sekolah-sekolah elite di Jakarta. Selalu sulit mengatakan tidak atau bisa dibilang aku seorang ‘yes-man’. Lebih memilih berdiam diri di pojokan sambil membaca buku daripada bersosialisasi dengan sekitar. juga, ehmm terlalu baik, lebih tepatnya gampang dibodohi oleh orang yang berkamuflase sebagai sahabat.
Nama Arimbi yang eyang kakung sematkan padaku seolah menjadi kutukan ketidakberuntungan hidup yang ku jalani. tentu saja bukan tanpa alasan aku mengatakan hal itu sebagai kutukan. Setahuku Dewi Arimbi dalam tokoh pewayangan itu adalah seorang raksasa buruk rupa. Itu artinya, eyang kakung mendoakanku menjadi itik buruk rupa, ya seperti Dewi Arimbi itu. Dan benar hal itu terjadi dalam hidupku; menjadi itik buruk rupa di antara gemilangnya teman-teman disekelilingku.
***
Kalau Shakespeare bilang, apalah arti sebuah nama. Bagiku sebenarnya nama itu bisa menggambarkan tiap orangnya. Kamu tau Minke di “Bumi Manusia”. Aku menduga bahwa namanya sebenarnya bukanlah Minke. Sama halnya dengan Arimbi. Arimbi tokoh utama di novel yang aku baca ini.
Buku ini terdiri dari 27 Bab. Ceritanya manis, bikin senyum-senyum sendiri. Aku tertarik karna liat covernya, cantik. sebelum baca buku ini aku ga pernah tau siapa Arimbi. Setelah aku baca dan aku cari-cari ternyata Arimbi ini wujudnya raksasa. Pantesan aja tokoh utamanya ga mau dinamain ‘Arimbi’. Arimbi ini merupakan tokoh dalam pewayangan dan dia merupakan ibu dari Gatotkaca, lho.
Awalnya aku cuma mau punya buku ini, karna covernya yang cantik. Temanku yang ngasih ke aku. Lama tersimpan, trus harus pulang ke rumah lagi. Bacanya waktu di rumah deh jadinya. Pertama aku liat rasanya klise atau mungkin malah membosankan.Don't judge a book by it’s cover, kan. Ceritanya ringan tapi bisa mencuri hatiku. Di dalam novel ini juga Arimbi bertemu Bimasena-nya. seperti cerita pewayangan, Arimbi yang rupanya tidak menarik, dipertemukan dengan Bimasena yang gagah. Tapi Bimasena bekerja sebagai polisi (ya ga beda jauhlah ya, sama-sama punya senjata). Walaupun ada kisah maju dan mundur tidak membuat kamu pusing kok. Malah ketagihan, aku bahkan menyelesaikannya sekali duduk.
Kalau kamu jadi ibunya Bimasena, apakah kamu akan memberikan mantra ajaibnya kepada Arimbi?
Komentar
Posting Komentar